UU No. 10 Tahun 2016 menyebutkan ada 11 kewajiban KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Pada dasarnya, kewajiban KPU Provinsi, Kabupaten/Kota tersebut sama. Mari kita lihat Pasal 12 yang khusus menyebutkan kewajiban KPU Provinsi.
melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dengan tepat waktu;
memperlakukan peserta Pemilihan Calon Gubernur secara adil dan setara;
menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada masyarakat;
melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada KPU dan Menteri;
mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada KPU dan Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilihan Gubernur di tingkat Provinsi;
melaksanakan Keputusan DKPP; dan
melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban ini dipertegas dengan sanksi atas pengabaian kewajiban tersebut. Dalam Pasal 193A ayat (1) disebutkan:
Ketua dan/atau anggota KPU Provinsi yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
Lalu, apa masalahnya?
Sanksi pidana atas kesengajaan tidak menjalankan kewajiban sebagaimana disebutkan dalam pasal 12, telah diatur dalam sejumlah UU yang berbeda-beda, sehingga tak diperlukan sanksi pidana yang baru. Saya ingin mengambil dua contoh kewajiban dalam UU Pilkada ini.
1. Kelalaian KPU Provinsi untuk menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada masyarakat (no. 3 atau huruf c) dapat dijerat dengan Pasal 52 UU No. 14 Tahun 2008 (UU KIP), yang bunyinya sebagai berikut:
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2. Kelalaian KPU Provinsi yang tidak mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen (kewajiban no. 6 atau huruf f) dapat dijerat dengan pidana dalam Pasal 84 UU Arsip.
Pejabat yang dengan sengaja tidak melaksanakan pemberkasan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dalam konteks dua kewajiban di atas, sebenarnya yang dibutuhkan dalam UU Pilkada ini adalah kejelasan jenis informasi pilkada apa yang wajib diumumkan (secara pro-active) kepada masyarakat (baik karena sebagai informasi publik atau sebagai informasi pribadi yang dikecualikan) dan yang wajib diberkaskan dengan masa penyusutan tertentu. Di situlah lex specialist-nya. Bukan pada sanksi pidananya. Sanksi pidana dalam UU Pilkada ini justru mencampuradukkan tindak pidana yang telah diatur secara khusus dalam sejumlah UU. Bagaimana dengan kewajiban lainnya? Saya kira sama. Sudah diatur dalam berbagai UU berbeda.
sumber : Arbain , FOI