Momentum bagi calon kepala kepala daerah di pilkada serentak untuk menghindari
praktek korupsi dan politik uang dalam pilkada.
KPK Tahan Empat Tersangka Suap Bupati Subang
Jakarta, 14 Februari 2018. Untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kepada Bupati Subang terkait perizinan di Pemerintah Kabupaten Subang, pada hari ini (14/2) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya hukum penahanan terhadap keempat tersangka, yaitu IA (Bupati Subang periode 2017 – 2018, ASP (Kepala Bidang Perizinan DPMPTSP Kabupaten Subang), D (Swasta) dan MTH (Swasta).
Keempatnya ditahan untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di beberapa rumah tahanan berbeda. IA dan MTH ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK. ASP ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK cabang Pomdam Jaya Guntur dan D di Rutan Polres Jakarta Selatan.
Tersangka IA selaku Bupati Subang periode 2017 - 2018 diduga bersama-sama ASP selaku Kepala Bidang Perizinan DPMPTSP Kabupaten Subang dan D menerima hadiah atau janji dari MTH terkait perizinan PT ASP dan PT PBM.
Atas perbuatannya, IA, ASP dan D disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Sedangkan, MTH diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Sebelumnya, KPK mengamankan total 8 orang pada Selasa (13/2) di Bandung dan Subang. Sekitar pukul 18.30 WIB KPK mengamankan D di sebuah tempat peristirahatan di ruas tol Cileunyi Bandung. Dari tangannya tim juga mengamankan sejumlah uang. Setelah itu tim mengamankan MTH di Subang. Tim lainnya bergerak ke rumah dinas Bupati Subang dan mengamankan IA bersama kedua ajudan dan seorang supir. Sekitar pukul 01.30 dan pukul 02.00 tim mengamankan ASP dan seorang saksi di kediaman masing-masing. Dari tangan ASP dan saksi tersebut tim juga mengamankan sejumlah uang. Dari peristiwa tangkap tangan ini KPK mengamankan uang total Rp 337.328.000 yang diduga bagian dari penerimaan senilai Rp 1,4 miliar oleh Bupati bersama-sama dengan ASP dan D terkait perizinan dua perusahaan di Pemkab Subang.
KPK Tahan Dua Tersangka Suap Bupati Ngada
Jakarta, 12 Februari 2018. Untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kepada Bupati Ngada terkait proyek-proyek di Pemerintah Kabupaten Ngada, pada hari ini (12/2) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya hukum penahanan terhadap kedua tersangka, yaitu MSA (Bupati Ngada periode 2015 - 2020 dan WIU (Swasta).
Keduanya ditahan untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di dua rumah tahanan berbeda. MSA ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK. Sedangkan, WIU di Rutan Polres Metro Jakarta Timur.
Tersangka MSA selaku Bupati Ngada periode 2015 - 2020 diduga menerima hadiah atau janji dari WIU selaku Direktur PT S99P terkait proyek-proyek di Pemerintah Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur. Uang tersebut diduga diberikan WIU selaku kontraktor yang sejak 2011 menjadi rekanan Pemkab Ngada terkait proyek-proyek pembangunan jalan dan jembatan di Kabupaten Ngada.
Atas perbuatannya, MSA disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sedangkan, WIU diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sebelumnya, KPK mengamankan total 5 orang pada Minggu (11/2) di Surabaya, Kupang dan Bajawa. Sekitar pukul 10.00 WIB KPK mengamankan MSA dan seorang saksi di sebuah hotel di Surabaya. Dari tangan MSA penyidik mengamankan sebuah kartu ATM dan beberapa struk bukti transaksi keuangan yang dananya diduga diperoleh dari WIU rekanan Pemkab Ngada terkait fee proyek. Paralel, tim lainnya berturut-turut mengamankan WIU di kediamannya di Bajawa sekitar pukul 11.30 WITA dan seorang saksi lainnya di kediamannya di Bajawa pada pukul 11.45 WITA. Selain itu, tim juga mengamankan seorang saksi lainnya di Kupang pada pukul 11.30 WITA. Kelimanya sempat menjalani pemeriksaan awal di 3 lokasi berbeda, Polda Jawa Timur, Polres Bajawa dan Polda NTT sebelum diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK.
KPK Tetapkan lagi 3 Tersangka Suap Pengadaan di Kabupaten Kebumen
Jakarta, 23 Januari 2018. Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi memberi/menerima hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait Pengadaan Barang dan Jasa di Kabupaten Kebumen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lagi 3 orang sebagai tersangka. Mereka adalah MYF (Bupati Kebumen periode 2016 – 2021), HA (Swasta) dan KML (Komisaris PT KAK).
Tersangka MYF selaku Bupati Kebumen periode 2016 – 2021 bersama-sama dengan HA diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan pengadaan barang dan jasa dana APBD Kabupaten Kebumen TA 2016.
MYF dan HA juga diduga secara bersama-sama menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Atas perbuatannya tersebut, MYF dan HA disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sedangkan, KML selaku Komisaris PT KAK diduga telah memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya atau karena berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa dana APBD Kabupaten Kebumen TA 2016.
KML disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Penetapan ketiganya sebagai tersangka menambah daftar tersangka dalam perkara ini. Sebelumnya KPK telah menetapkan 6 orang sebagai tersangka terkait proyek di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kebumen dalam APBD-P tahun 2016. Keenam tersangka terdahulu adalah SGW (PNS pada Dinas Pariwisata Kabupaten Kebumen), YTH (Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Periode 2014 – 2019), AP (Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen), BSA (Swasta), HTY (Swasta), dan DL (Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen).
Lima tersangka pertama saat ini sedang menjalani hukuman pidana masing-masing setelah divonis bersalah oleh pengadilan tipikor pada PN Semarang. Sedangkan, tersangka DL saat ini masih menjalani proses penyidikan.
Kasus ini bermula dari tertangkap tangannya Ketua Komisi A DPRD Kebumen pada pertengahan Oktober 2016 di Kebumen, Jawa Tengah. Saat itu KPK mengamankan YTH di rumah seorang pengusaha di Kebumen. Penyidik juga mengamankan SGW di kantor Dinas Pariwisata, Kab Kebumen. Dari tangkap tangan tersebut, penyidik mengamankan uang sejumlah Rp 70 juta dari pengusaha untuk mendapatkan proyek di Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kabupaten Kebumen dalam APBD-P Tahun Anggaran 2016.
KPK Tetapkan Bupati Halmahera Timur sebagai Tersangka
Jakarta, 31 Januari 2018. Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lagi seorang tersangka, yaitu RE (Bupati Halmahera Timur periode 2010 – 2015 dan periode 2016 – 2021).
Tersangka RE selaku Bupati Halmahera Timur periode 2010 – 2015 dan periode 2016 – 2021 diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, atau bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
RE juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Atas perbuatannya tersebut, RE disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 12B atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
RE merupakan tersangka ke-11 dalam kasus ini. Sebelumnya KPK telah menetapkan 10 orang lainnya sebagai tersangka terkait proyek di Kementerian PUPR TA 2016. Kesepuluh tersangka terdahulu adalah AKH (Direktur Utama PT.WTU), DWP (Anggota DPR RI), JUL (Swasta), DES (Swasta), BSU (Anggota DPR RI), ATT (Anggota DPR RI), AHM (Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara), SKS (Komisaris PT.CMP), MZ (Anggota DPR RI) dan YWA (Anggota DPR RI). Sembilan dari 10 tersangka tersebut telah divonis oleh majelis hakim pengadilan tipikor Jakarta. Sedangkan, tersangka YWA saat ini masih menjalani proses persidangan.
KPK Tetapkan Gubernur dan Kabid PUPR Jambi sebagai Tersangka
Jakarta, 2 Februari 2018. Dalam pengembangan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lainnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status kasus tersebut ke penyidikan dan menetapkan 2 (dua) orang sebagai tersangka. Kedua tersangka tersebut adalah ZZ (Gubernur Jambi periode 2016 – 2021) dan ARN (Kabid Binamarga Dinas PUPR Provinsi Jambi).
Tersangka ZZ selaku Gubernur Jambi periode 2016 – 2021 bersama-sama dengan ARN selaku Kabid Binamarga Dinas PUPR Provinsi Jambi serta sebagai Pejabat Pembuat Komitmen merangkap Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lainnya dalam kurun jabatannya sebagai Gubernur Jambi periode 2016 – 2021.
Sedangkan, tersangka ARN selaku Kabid Binamarga Dinas PUPR Provinsi Jambi serta sebagai Pejabat Pembuat Komitmen merangkap Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi tahun 2014 – 2017 dan penerimaan lainnya.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Bermula dari tertangkap tangannya SPO (Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019), EWM (Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi), ARN (Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi) dan SAI (Asisten Daerah 3 Provinsi Jambi) di Jambi dan Jakarta pada November 2017. Saat itu SPO selaku anggota DPRD Provinsi Jambi diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 400 juta terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi TA 2018. Uang tersebut diduga ditujukan agar anggota DPRD bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018. Berkas ketiga tersangka EWM, ARN dan SAI telah dilimpahkan dari penyidikan ke penuntutan. Sedangkan SPO saat ini masih menjalani proses penyidikan.
KPK Tahan Dua Tersangka Suap Bupati Jombang
Jakarta, 4 Februari 2018. Untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kepada Bupati Jombang terkait perizinan dan pengurusan penempatan jabatan di Pemerintah Kabupaten Jombang, pada hari ini (4/2) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya hukum penahanan terhadap kedua tersangka, yaitu NSW (Bupati Jombang periode 2013 - 2018) dan IS (Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang).
Keduanya ditahan untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di dua rumah tahanan KPK. IS ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK. Sedangkan, NSW di di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur.
Tersangka NSW selaku Bupati Jombang periode 2013 - 2018 diduga menerima hadiah atau janji dari IS selaku Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang terkait perizinan dan pengurusan penempatan jabatan di Pemkab Jombang. Uang tersebut diduga diberikan IS kepada NSW agar menetapkannya dalam jabatan definitif Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
Atas perbuatannya, NSW disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sedangkan, IS diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sebelumnya, KPK mengamankan total 7 orang pada Sabtu (3/2) di Jombang, Surabaya dan Solo. Sekitar pukul 09.00 KPK mengamankan saksi OST di Jombang dan setelah itu seorang saksi lainnya DR di kediamannya di Jombang. Dari tangan OST penyidik menyita catatan pengadministrasian uang-uang yang diduga dari kutipan dan pungli izin serta buku tabungan yang bersangkutan yang diduga tempat menampung dana tersebut. Paralel, tim juga mengamankan IS beserta 2 anggota keluarganya di apartemen yang bersangkutan di Kota Surabaya. Sedangka NSW dan ajudannya diamankan tim KPK di Stasiun Solo Balapan, Kota Solo sekitar pukul 17.00. Dari tangan NSW tim KPK mengamankan uang sejumlah Rp25.550.000 dan USD9.500. Keduanya langsung diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. Sedangkan 5 orang lainnya sempat menjalani pemeriksaan awal di Polres Jombang dan Polda Jawa Timur.
KPK Tetapkan Bupati Kukar dan Pengusaha sebagai Tersangka TPPU
Jakarta, 16 Januari 2018. Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan RIW (Bupati Kutai Kartanegara periode 2010 – 2015 dan 2016 – 2021) dan KHR (Komisaris PT MBB) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Tersangka RIW bersama-sama KHR diduga telah melakukan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan atau menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Atas perbuatannya, RIW dan KHR disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. 65 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan RIW dan KHR sebagai tersangka atas sangkaan lainnya. Pertama, RIW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas dugaan menerima suap terkait dengan pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Kupang Baru Kecamatan Muara Kaman kepada PT. SGP.
Kedua, dalam pengembangan penyidikan dugaan penerimaan suap, tersangka RIW diduga bersama-sama KHR menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dalam hal ini RIW dan KHR disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
KPK Tetapkan 4 Tersangka OTT Suap di Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Jakarta, 5 Januari 2018. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan empat orang tersangka dalam dugaan suap yang berkaitan dengan Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Anggaran 2017. Empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah ALA (Bupati Hulu Sungai Tengah), FRI (Ketua KADIN Hulu Sungai Tengah), ABS (Direktur Utama PT Sugriwa Agung), dan DON (Direktur Utama Menara Agung). Penetapan tersangka ini dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari Operasi Tangkap Tangan yang terjadi pada Kamis, 4 Januari 2018.
Tersangka ALA, ABS, dan FRI diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 1,825 miliar dari DON terkait dengan Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Barabai, Kabupaten Hulu Sungai tengah Tahun Anggaran 2017. Uang tersebut diduga sebagai bagian fee proyek dari total komitmen sebesar Rp 3,6 miliar.
Atas perbuatannya, ALA, ABS, dan FRI disangkakan melanggar pasal pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan, DON disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK Tetapkan Bupati Nganjuk Tersangka TPPU
Jakarta, 8 Januari 2018. Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan TFR (Bupati Nganjuk periode 2013 – 2018) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Tersangka TFR diduga telah melakukan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan atau menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Atas perbuatannya, TFR disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan TFR sebagai tersangka atas dua sangkaan lainnya. Pertama, TFR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atas dugaan menerima suap terkait perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di Kabupaten Nganjuk Tahun 2017.
Kedua, dalam pengembangan penyidikan dugaan penerimaan suap TFR diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dalam hal ini TFR disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.