Prinsip dasar mengapa informasi pribadi bersifat rahasia, karena penghormatan terhadap privasi. Selebihnya, jika Anda ingin mencari-cari hikmahnya, ya silakan. Kali ini, kita akan melihat salah satu informasi pribadi dalam politik yang benar-benar dijamin kerahasiaannya oleh UU pada moment tertentu, yaitu pilihan pada hari pemungutan suara.
Dalam Pasal 178G UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (atau sebut saja UU Pilkada), disebutkan:
Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih yang bukan pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal ini mempertegas bahwa pilihan politik itu adalah informasi pribadi yang dirahasiakan. Seseorang tidak boleh mendampingi orang lain, kecuali ada alasan yang dibenarkan, yaitu keterbatasan secara fisik dari pihak yang memerlukan pendampingan. Di luar alasan itu, tidak dibenarkan. Misalnya: karena seseorang bingung mau milih yang mana, lalu meminta didampingi. Apakah boleh? Tidak, meskipun pihak yang didampingi telah mengizinkan karena ada perintah UU untuk merahasiakan informasi tersebut (selain untuk menjaga prinsip Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Saking rahasinya, UU mewajibkan agar orang yang melakukan pendampingan merahasiakan pilihan politik dampingannya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 178H UU No. 10 Tahun 2016.
Setiap orang yang membantu pemilih untuk menggunakan hak pilih dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Jadi, ketika Anda mendampingi seseorang untuk memilih, maka jangan iseng-iseng membocorkan pilihan dia ke orang lain. Siapa tau, dia juga iseng-iseng mempidanakan Anda.
Sementara itu, jika pemilih bersangkutan membuka rahasia pilihannya pasca pemungutan suara (setelah selesai pemungutan suara dan dipastikan bukan sebagai kampanye untuk mempengaruhi pilihan orang lain pada hari H), maka hal ini berlaku prinsip bahwa informasi pribadi dapat dikecualikan (dibuka) atas izin yang bersangkutan. Artinya, iku rapopo.
sumber : Arbain, FOI