Transparansi Beneficial Ownership dan Upaya Mendorong Keterbukaan di Sektor Ekstraktif
Jakarta, 25 Oktober 2017 – Minimnya informasi mengenai status kepemilikan yang jelas dari sebuah perusahaan ekstraktif, tanpa disadari banyak pihak, seringkali menyuburkan peluang korupsi di sektor ekstraktif. Status kepemilikan dari sebuah perusahaan yang seringkali sengaja disamarkan, membuat ruang untuk pengawasan secara utuh terhadap proses pengelolaan sumber daya ekstraktif menjadi sangat sulit. Karena itu perlu didorong transparansi terhadap status kepemilikan perusahaan yang dikenal sebagai tranparansi beneficial ownership.
Pembahasan mengenai transparansi beneficial ownership ini menjadi topik utama diskusi pada lokakarya EITI Conference: Beneficial Ownership Transparency yang diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas RI bekerjasama dengan Extractive Industry Transparency Initiative (EITI), sebuah inisiatif global keterbukaan di sektor ekstraktif.
Banyaknya perusahaan ekstraktif yang berbasis di Indonesia mengharuskan pemerintah untuk memiliki akses informasi lengkap terhadap para pemegang saham tetap, atau yang sering disebut sebagai beneficial ownership (BO). Selain untuk keperluan perpajakan, transparansi dan keterbukaan informasi mengenai BO penting untuk mengetahui lalu lintas dana yang masuk dan keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia. Pengetahuan tentang money traffic ini memiliki beberapa fungsi dalam proses pemerintahan. Dimulai dengan isu keamanan, seperti kemungkinan pendanaan terorisme, hingga indikasi korupsi, dan pencucian uang.
Di Indonesia sendiri, Peraturan Presiden mengenai Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang diperoleh dari industri ekstraktif, sudah ditandatangani pada tahun 2010. Sebagai negara anggota EITI, Indonesia telah mempublikasikan Roadmap transparansi BO pada awal tahun 2017. Publikasi tersebut dilakukan untuk memenuhi persyaratan Standar EITI 2016 yang mewajibkan negara-negara pelaksana untuk mempublikasikan Roadmap BO di akhir tahun 2016. Tahapan selanjutnya yaitu pelaksanaan langkah-langkah keterbukaan BO yang dimulai tahun 2017. Dimana di dalam roadmap tersebut dijelaskan langkah yang akan diambil sehingga pada tahun 2020, Indonesia sudah dapat mempublikasikan nama, domisili, dan kewarganegaraan orang atau sekelompok orang yang mengontrol perusahaan-perusahaan industri ekstraktif dalam Laporan EITI.
Pentingnya Prinsip Keterbukaan Pemerintah dalam Pelaksanaan Roadmap BO
Dalam konteks pelaksanaan dari Roadmap BO ini, penerapan prinsip-prinsip keterbukaan pemerintah juga menjadi sangat penting. Dari perspektif keterbukaan pemerintahan, ragamnya pemangku kepentingan dari keterbukaan di sektor ekstraktif ini, mengharuskan penyusunan kerangka kebijakan untuk keterbukaan transparansi BO yang bersifat inklusif. Hal tersebut dikemukakan oleh Raden Siliwanti, Direktur Aparatur Negara di Kementerian PPN/Bappenas yang juga selaku National Focal Point Indonesia di Open Government Partnership, pada kegiatan tersebut.
Secara spesifik, Siliwanti mengulas pentingnya keterlibatan aktor-aktor non-pemerintah di dalam penerapan roadmap transparansi BO. Pentingnya keterlibatan aktor-aktor di luar pemerintahan, diyakini Siliwanti memiliki fungsi yang signifikan untuk menyukseskan penerapan transparansi BO di Indonesia.
Siliwanti juga berbagi pengalaman perjalanan penerapan keterbukaan pemerintah di Indonesia. Di mana partisipasi pemerintah dan aktor non-pemerintah terbukti dapat membantu pemerintah menghasilkan formulasi kebijakan yang lebih akurat. Kehadiran masyarakat sipil dalam proses perumusan aturan termasuk aturan seputar BO, punya peran penting untuk memperluas sudut pandang undang-undang atau aturan yang dihasilkan. Sehingga peraturan yang dihasilkan bisa lebih optimal dan tidak mudah dieksploitasi kelemahannya. Dalam penerapannya, organisasi masyarakat sipil dan para pemangku kepentingan di bidang ini bisa lebih bekerja sama dalam perumusan Rencana Aksi Nasional Keterbukaan Pemerintahan secara inklusif.
Pelaksanaan hal ini akan menciptakan ekosistem keterbukaan BO secara lebih cepat. Terciptanya kondisi keterbukaan transparansi BO meningkatkan komitmen politik aktor-aktor pemerintahan dalam mengadvokasi isu-isu terkait keterbukaan BO (maupun keterbukaan secara umum). Di saat yang bersamaan, kondisi ini juga meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya isu ini. Mawasnya kedua aktor ini terhadap keterbukaan BO dapat berdampak dalam mengurangi penyelewengan wewenang perusahaan untuk kepentingan tertentu. Seperti yang telah dilakukan Indonesia dan negara-negara OGP lainya dalam menandatangani Deklarasi Paris dalam OGP Global Summit 2016, yang secara resmi menolak penyelewengan dana dan kuasa sebagai BO, serta pengarusutamaan transparansi BO dalam Peta Jalan Pembuatan Kebijakan.
Dihadiri oleh peserta dari perusahaan-perusahaan multi-nasional, pemerintah negara lain, dan akademisi, Pemerintah Indonesia juga menyatakan kembali komitmen dan keinginannya dalam membuka transparansi BO. Dalam hal transparansi informasi BO, Pemerintah Indonesia telah secara aktif meluncurkan dan memupuk gerakan keterbukaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam bersama dengan rekanan masyarakat sipil seperti NRGI dan WRI. Pemerintah Indonesia juga merupakan negara ASEAN pertama dan salah satu dari pemrakarsa OGP yang telah memenuhi standar EITI semenjak 2014.
Pada akhirnya pemerintah yakin bahwa keterbukaan transparansi BO merupakan tugas bersama dan sesuai dengan agenda mewujudkan keterbukaan nasional. Pengarusutamaan isu ini didalam perancangan kebijakan publik harus terus dilakukan. Saat ini Indonesia sedang bekerja sama dengan TI dan EITI Indonesia, untuk menciptakan sarana partisipasi sektor industri ekstraktif secara online dan mudah. Hal ini konsisten dengan komitmen keterbukaan yang sudah ada, dimana inisiatif keterbukaan dapat mempererat kerjasama masyarakat, organisasi kemasyarkatan, dan para pemangku kepentingan. (YC)